Pemerintah telah mengumumkan rencana untuk merevisi peraturan terkait bisnis online. Salah satu peraturan yang akan direvisi adalah Permendag No 50 Tahun 2020 yang mengatur tentang izin usaha, periklanan, pengawasan pelaku usaha, dan perdagangan melalui sistem elektronik.
TikTok, sebuah platform media sosial, telah memberikan tanggapannya terkait perubahan aturan ini, terutama yang berkaitan dengan layanan TikTok Shop.
Juru bicara TikTok Indonesia menjelaskan bahwa mereka telah menerima banyak keluhan dari penjual lokal yang meminta penjelasan lebih lanjut tentang peraturan yang baru diumumkan. Mereka ingin memahami dampak yang akan ditimbulkan oleh peraturan ini.
“Sejak diumumkan, kami telah mendengar banyak keluhan dari penjual lokal yang ingin memahami lebih jelas tentang peraturan baru ini,” kata juru bicara TikTok Indonesia dalam pernyataannya kepada CNBC Indonesia pada Senin (25/9/2023).
Mereka ingin menekankan bahwa social commerce, di mana penjual dan kreator lokal bekerja sama untuk meningkatkan lalu lintas ke toko online mereka, adalah solusi nyata bagi masalah yang dihadapi oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
TikTok akan Patuh pada Peraturan di Indonesia
TikTok berkomitmen untuk tetap mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Namun, mereka juga berharap bahwa pemerintah akan mempertimbangkan dampak peraturan ini terhadap jutaan penjual lokal dan kreator afiliasi yang menggunakan TikTok Shop.
“Kami akan tetap mematuhi hukum dan peraturan Indonesia, tetapi kami juga berharap pemerintah dapat mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta kreator afiliasi yang menggunakan TikTok Shop,” jelas juru bicara TikTok Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menjelaskan bahwa revisi Permendag akan mencakup tata kelola sistem perdagangan digital. Salah satu poin penting adalah bahwa media sosial hanya boleh digunakan untuk mempromosikan barang atau jasa, dan tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi langsung.
“Social commerce hanya boleh digunakan untuk mempromosikan barang atau jasa, tidak boleh melakukan transaksi langsung, seperti iklan di televisi. Televisi memungkinkan iklan, tetapi tidak menerima pembayaran langsung. Media sosial adalah platform digital yang fungsinya untuk mempromosikan,” kata Zulhas.
Selain itu, peraturan ini juga mengatur bahwa media sosial dan e-commerce harus dipisahkan untuk mencegah satu perusahaan menguasai algoritma. Media sosial juga tidak diizinkan untuk menjadi produsen produk. Aturan ini juga mencakup produk impor, yang harus memiliki sertifikasi halal untuk makanan, izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk produk kecantikan, serta standar kualitas untuk produk elektronik. Selain itu, transaksi produk impor dari e-commerce harus memiliki nilai minimal sebesar US$100.